HalloOoOoO....;)

Saatnya kita yank eksyen yaak...^_^

Salam Sahabat........^_^

Smoga Anda dalam keadaan baik...
n jangan ragu untuk berbagi...:-)

Sabtu, 08 Oktober 2011

Perkembangan Afektif

Perkembangan Afektif
A. Perkembangan Emosi
Kehidupan seseorang pada umumnya penuh dorongan dan minat untuk mencapai atau memiliki sesuatu. Kehidupan mereka masing-masing berjalan menurut polanya sendiri-sendiri. Seseorang yang pola kehidupannya berlangsung mulus, di mans dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan atau minatnya dapat terpenuhi atau dapat berhasil dicapai, is (mereka) cen¬derung memiliki perkembangan emosi yang stabil dan dengan demikian dapat menikmati hidupnya. Tetapi sebaliknya, jika dorongan dan ke¬inginannya tidak berhasil terpenuhi, balk hal itu disebabkan kurangnya kemampuan untuk memenuhinya atau karena kondisi lingkungan yang kurang menunjang, sangat dimungkinkan perkembangan emosionalnya mengalami gangguan.
Seseorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak diarah¬kan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan objektif Akan tetapi pads saat-saat tertentu di dalam kehidupannya, dorongan emosional banyak campur tangan dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran dan tingkah lakunya. Oleh karena itu, untuk memahami remaja, memang perlu mengetahui apa yang is lakukan dan pikirkan.
1. Pengertian Emosi
Emosi dan perasaan adalah dua hal yang berbeda. Tetapi per¬beclaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu scat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat di¬katakan sebagai emosi; contohnya marah yang ditunjukkan dalam bentuk diam.
Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.


2. Karakteristik Perkembangan Emosi
Secara tradisional mass remaja dianggap sebagai periode "badai dan tekanan", suatu mass di mans ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah: cinta/ kasih sayang, gembira, amarah, takut clan cemas, cemburu, sedih, clan lain-lain
Remaja sendiri menyadari bahwa aspek-aspek emosional dalam kehidupan adalah penting (Jersild, 1957: 133). Untuk selanjutnya berikut ini dibahas beberapa kondisi emosional seperti: cinta/kasih sayang, gembira, kemarahan dan permusuhan, ketakutan dan kecemasan.
a. Cinta/Kasih Sayang
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain clan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
b. Gembira
Pads umumnya individu dapat mengingat kembali pengalaman¬-pengalaman yang menyenangkan yang dialami selama remaja. Jika kita menghitung hal-hal yang menyenangkan tersebut kita agaknya mempunyai cerita yang panjang dan lengkap tentang spa yang terjadi dalam perkembangan emosional remaja.
c. Kemarahan dan Permusuhan
Dalam upaya memahami remaja, ada 4 (empat) faktor yang sangat penting sehubungan dengan rasa marah.
1) Adanya kenyataan bahwa perasaan marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi dirinya sendiri.
2) Pertimbangan penting lainnya ialah ketika individu mencapai mass remaja, dia ticlak hanya merupakan, subjek kemarahan yang ber¬kembang dan kemudian menjadi surut, tetapi jugs mempunyai sikap¬sikap di mans ada sisa kemarahan dalam bentuk permusuhamyang meliputi sisa kemarahan mass lalu.
3) Seringkali perasaan march sengaja disembunyikan dan seringkali tampak dalam bentuk yang samar-samar. Bahkan seni dari cinta mungkin dipakai sebagai alai kemarahan. Contohnya: Jika seorang anak laki-laki yang mempunyai Tatar belakang kecemburuan clan sikap-sikap permusuhan yang tidak terselesaikan terhadap sauclara perempuannya dan terhadap gadis-gadis pada umumnya, akhimya dia mempunyai kebiasaan untuk menarik gadis-gadis hanya untuk menunjukkan perolehannya terhadap gadis-gadis yang jatuh hati padanya.
4) Kemarahan mungkin berbalik pada dirinya sendiri. Dalam beberapa hal, aspek ini merupakan aspek yang sangat penting clan juga paling sulit dipahami.
d. Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang anak mencapai masa remaja, dia telah mengalarf.~ serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang suru-- berkenaan dengan rasa ketakutannya. Semua remaja sedikit banyak takut terhadap waktu. Beberaza di antara mereka merasa takut hanya pada kejadian-kejadian bila mereka dalam bahaya. Beberapa orang mengalami rasa takut secara berulang ulang dengan kejadian dalam kehidupan sehari-hari, atau karena mimpi mimpi, atau karena pikiran-pikiran mereka sendiri. Beberapa orang dapat mengalami rasa takut sampai berhari-hari atau bahkan minggu.
Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan-ketakutan yang timbul dari persoalan-persoalan kehidupan. Tidak ada seorang pun yang dirinya dalam kehidupan dapat hidup tanpa rasa takut. Satu-satunya cara untuk menghindarkan diri dari rasa takut adalah menyerah teradap rasa takut, seperti terjadi bila seseorang begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa yang ada sekarang atau mass depan yang tidak menentu.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Reaksi emosional yang tidak muncu pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkir. akan muncul di kemudian hari, dengan berfungsinya sistem endokrin Kematangan dan belajar terjalin eras satu sama lain dalam merr- pengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk me¬mahami makna yang sebelumnya ticlak dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam jangka waktu yang lebih lama, clan menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Demikian pula kemampuan mengingat mempengaruhi reaksi emosional. Dengan demikian, anak-anak menjadi reaktif terhadap rangsangan yang tadinya ticlak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muds.
Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi, antara lain adalah

1) Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan terbesar kepaclanya, clan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau sama sekali ticlak memberikan kepuasan.

2) Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak bereaksi dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3)Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identifi¬cation).
Anak menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah mem¬bangkitkan emosi orang yang ditiru.
4)Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal me¬mancing reaksi emosional, kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi.
5)Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, ter¬batas pada aspek reaksi.
Kepada anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika se¬suatu emosi terangsang. Anak memperhalus ekspresi-ekspresi kemarahannya atau emosi lain ketika ia beranjak dari masa kanak-kanak ke mas3 remaja. Per¬alihan pemyataan emosi yang bersifat umum ke emosinya sendiri yang bersifat individual ini clan memperhalus perasaan merupakan bukti/ petunjuk adanya pengaruh yang bertahap dan latihan Berta pengendalian terhadap perilaku emosional.
Jadi, emosi yang ditunjukkan mungkin merupakan selubung/tutup bagi yang disembunyikan, seperti contohnya seorang yang merasa ketakutan tetapi menunjukkan kemarahan, clan seorang yang sebenarnya hatinya terluka tetapi ia malah tertawa, sepertinya ia merasa senang.
Kondisi-kondisi kehidupan atau kulturlah yang menyebabkan ia merasa perlu menyembunyikan perasaan-perasaannya. la (mereka) tidak hanya menyembunyikan perasaan-perasaannya terhadap orang lain, tetapi pads derajat tertentu bahkan ia dapat kehilangan atau tidak merasakannya lagi.
Banyak kond isi-kond i si sehubungan dengan pertumbuhar. sendiri dalam hubungannya dengan orang lain yang mem z~ ,oii perubahan-perubahan untuk menyatakan emosi-emosinya ke,"61 L merasa remaja. Orang tua dan guru-guru hendaknya menyadari bahwa peru¬bahan ekspresi yang tampak ini tidak berarti bahwa emosi tidak lagi berperan dalam kehidupan anak muds. Dengan bertambahnya umur, menyebabkan terjadinya peruba-han dalam ekspresi emosional.
4. Hubungan Antara Emosi dan Tingkah Laku Berta Pengaruh Emosi terhadap Tingkah Laku
Keadaan emosi yang normal sangat bermanfaat bagi kesehatan, oleh karena itu kegembiraan yang berlebihan, ketakutan atau kecemasan hendaknya dihindari. Seseorang yang tidak mudah terganggu emosinya cenderung mempunyai pen¬cernaan yang baik.
Gangguan emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbi¬cara. Hambatan-hambatan dalam berbicara tertentu telah diketemukan bahwa tidak disebabkan oleh kelainan dalam organ berbicara. Kete¬gangan emosional yang cukup lama mungkin menyebabkan seseorang gagap. Seorang gagap seringkali relatif dapat normal dalam berbicara, apabila mereka dalam keadaan relaks atau senang
Sikap-sikap takut, malu-malu atau agresif dapat merupakan akibat dari ketegangan emosi atau frustrasi dan dapat muncul dengan hadir¬nya individu tertentu atau situasi-situasi tertentu. Justru karena reaksi kita berbeda-beda terhadap setiap orang yang kita jumpai, maka jika kita merespon dengan cars yang sangat khusus terhadap hadimya indi¬vidu-individu tertentu akan merangsang timbulnya emosi tertentu..
Motivasi untuk belajar akan membantu individu dalam memusat¬kan lierhatian pada apa yang la sedang kerjakan dan dengan cars itu berarti ia akan memperoleh kepuasan. Karena reaksi setiap pelajar tidak sama, rangsangan untuk belajar yang diberikan harus berbeda-beda dan disesuaikan dengan kondisi anak. Dengan demikian, rangsangan-rang-sangan yang menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan, akan sangat mempengaruhi hasil belajar dan demikian pula rangsangan yang menghasilkan perasaan yang menyenangkan akan mempermudah siswa belajar.
5. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Emosi
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda.Perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pads scat itu dan taraf kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebab¬kan oleh kondisi lingkungan.

6. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Dalam kaitannya dengan emosi remaja awal yang cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah konsisten dalam pengelolaan kelas dan memperlakukan siswa seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Apabila ada ledakan-ledakan kemarahan sebaiknya kits memper¬kecil ledakan emosi tersebut, misalnya dengan jalan tindakan yang bijaksana clan lepah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktivitas baru.
Reaksi yang seringkali terjadi pada diri remaja terhadap temuan¬temuan mereka bahwa kesalahan orang dewasa merupakan tantangan terhadap otoritas orang dewasa. Guru-guru di SMA terperangkap oleh kemampuan siswa yang baru dalam menentukan/menemukan dan me¬ngangkat ke permukaan tentang kelemahan-kelemahan orang dewasa.
Satu cara untuk membuktikan kedewasaan seseorang ialah terampil dalam melakukan sesuatu. Jika guru (mungkin Anda) menyadari seba-ai seorang yang bertujuan untuk mengembangkan keterampi Ian-keterampi Ian tersebut pada diri siswa walaupun dalam cara-cara, yang amat terbatas, pemberontakan dan sikap permusuhan dalam kelas dapat agak dikurangi.Karena itu se¬orang guru diminta untuk berfungsi clan bersikap seperti pendengar yang simpatik.
Jadi, terdapat berbagai cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola emosi yang diinginkan clan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak diinginkan sebelum berkembang men¬jadi kebiasaan yang tertanam kuat.
B. Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Antara pengetahuan clan tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi positif yang tinggi (Surakhmad, 1980: 9). Proses pertumbuhan clan kelanjutan pengetahuan menuju bentuk sikap, dan.tingkah laku adalah proses kejiwaan yang musykil. Seorang individu yang pads waktu tertentu melakukan perbuatan tercela ternyata melakukannya tidak selalu karena is tidak mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau ticlak sesuai dengan norma-norma masyarakat.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku ticlak terdiri alas perbuatan yang tampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap mental yang ticlak selalu mudah ditanggapi, kecuali secara tidak langsung, misalnya melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat meng¬gambarkan sikap mental tersebut, bahkan secara tidak langsung pun ads kalanya cukup sulit untuk menarik kesimpulan yang teliti.
Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan pengertian clan Baling keterkaitan antara nilai, moral dan sikap, serta pengaruhnya terhadap tingkah laku.
1. Pengertian dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, dan Sikap serta Pengaruhnya terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan clan sopan santun (Sutikna, 1988:5). Sopan santun, adat, dan kebiasaan serta nilai-nilai yang terkandung dalam.
Bagaimana kaitannya antara nilai-nilai dan moral?
Dalam kaitannya dengan pengamalan nilai-nilai hidup, maka moral merupakan kontrol dalam bersikap, clan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dimaksud. Misalnya dalam pengamalan nilai hidup: tenggang rasa, dalam perilakunya seseorang akan selalu memperhatikan perasaan orang lain, tidak "semau gue". Dia dapat membedakan tindakan yang benar clan yang salah.
Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik clan buruk, jadi berkaitan dengan moral. Dalam hal ini aliran Psikoanalisis tidak membeda-bedakan antara moral, norma, dan nilai (Sarlito, 1991: 91). Semua konsep itu menurut Freud menyatu dalam konsepnya tentang superego. Superego sendiri dalam teori Freud merupakan bagian dari jiwa yang berfungsi untuk mengendalikan tingkah laku ego sehingga tidak bertentangan dengan masyarakat.
Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral, sikap, clan tingkah laku akan tampak dalam pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal terlebih dulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, barn akan terbentuk sikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut clan pads akhimya terwujud tingkah laku sesuai dengan nilai¬nilai yang dimaksud.
2. Karakteristik Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Nilai-nilai kehidupan yang perlu diinformasikan clan selanjutnya dihayati oleh pars remaja tidak terbatas pads adat kebiasaan clan sopan santun saja, namun juga seperangkat nilai-nilai yang terkanclung dalam Pancasila, misalnya nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan, nilai-nilai estetik, nilai-nilai etik, dan nilai-nilai intelektual, dalam bentuk-bentuk sesuai dengan perkembangan remaja.
Salah satu, tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok dari padanya dan kemudian bersedia membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial/masyarakat tanpa terns dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak. Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Menurut Furter (1965) (dalam Monks, 1984: 252), kehidupan moral merupakan problematik yang pokok dalam mass remaja. Maka perlu kiranya untuk meninjau perkembangan moralitas ini mulai dari waktu anak dilahirkan, untuk dapat memahami mengapa justru pada mass remaja hal tersebut menduduki tempat yang sangat penting.
Dari hasil penyelidikan-penyelidikannya Kohlberg mengemukakan enam tahap (stadium) perkembangan moral yang berlaku secara uni¬versal dan dalam urutan tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg, yaitu tingkat
I Prakonvensional.
II Konvensional.
III Post-konvensional.
Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap, sehingga keseluruhan ada enam tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat dengan urutan yang tetap. Tidak setiap orang mencapai tahap terakhir perkembangan moral.
Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yang sesuai dengan permintaan clan keinginannya. Sesudah stadium ini datanglah:
Tingkat I; Prakonvensional, yang terdiri dari stadium 1 dan 2
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan clan hukum¬an.
Pada stadium 2, berlaku prinsip Relativistik-Hedonism.
Tingkat II : Konvensional
Stadium 3, menyangkut orientasi mengenai anak yang baik.
Stadium 4, yaitu tahap mempertahankan norma-norma sosial dan otoritas
Tingkat III: Pasca-Konvesional
Stadium 5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Stadium 6. Tahap ini disebut Prinsip universal.
Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mengerti nilai¬nilai (Monk's, 1984: 257). Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga dapat menjalankannya/ mengamalkannya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Sama seperti perkembangan lainnya, maka perkembangan nilai, moral, dan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian, perkembangan intemalisasi nilai-nilai tedadi melalui identifikasi dengan orang-orang yang dianggap¬nya sebagai model. Bagi anak-anak usia 12 clan 16 tahun, gambaran¬gambaran ideal yang diidentifikasi adalah orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang terkenal, clan hal-hal yang ideal yang diciptakan sendiri.
Di antara segala unsur lingkungan sosial yang ber¬pengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung clikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Dalam hal ini lingkungan sosial terdekat yang terutama terdiri dari mereka yang berfungsi sebagai pendidik clan pembina. Makin jelas sikap clan sifat lingkungan terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk membentuk (atau meniadakan) tingkah laku yang sesuai.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari alctivitas spontan pada anak-anak (Singgih G. 1990: 202).
4. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Pengertian moral clan nilai pada anak-anak umur sepuluh atau sebelas tahun berbeda dengan anak-anak yang lebih tua. Pada anak¬anak terdapat anggapan bahwa aturan-aturan adalah pasti clan mutlak oleh karena diberikan oleh orang dewasa atau Tuhan yang tidak bisa diubah lagi (Kohlberg, 1963).

Untuk sebagian remaja serta orang dewasa yang penalarannya terhambat atau kurang berkembang, tahap perkembangan moralnya ada pada tahap prakonvensional. Pada tahap ini seseorang belum benar¬benar mengenal apalagi menerima aturan dan harapan masyarakat.
Menurut Kohlberg, faktor kebudayaan mempengaruhi perkem¬bangan moral, terdapat berbagai rangsangan yang diterima oleh anak¬anak clan ini mempengaruhi tempo perkembangan moral. Bukan saja mengenai cepat atau lambatnya tahap-tahap perkembangan yang dicapai, melainkan juga mengenai batas tahap-tahap yang dapat dicapai. Per¬bedaan perseorangan juga dapat dilihat pada Tatar belakang kebudayaan tertentu.
Dalam kenyataan sehari-hari selalu saja ada gradasi dalam inten¬sitas penghayatan dan pengamalan individu mengenai nilai-nilai tertentu, apa pun nilai tersebut. Misalnya pemahaman konsep clan nilai tenggang rasa, bila dibandingkan dengan sikap serta tingkah lakunya dalam kaitan¬nya dengan tenggang rasa, memungkinkan kita menempatkan individu dalam satu kontinum.
Dapat pula dipahami bahwa terdapat perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai, dan moral sebagai pendukung sikap dan perilakunya. Jadi, mungkin terjadi individu atau remaja yang tidak mencapai perkembangan nilai, moral, dan sikap serta tingkah laku yang diharapkan padanya.
5. Upaya Mengembangkan Nilai, Moral, dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Perwujudan nilai, moral, dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Proses yang dilalui seseorang dalam pengembangan nilai-nilai hidup tertentu adalah sebual, proses yang belum seluruhnya dipahami oleh pars ahli (Surakhmad, 1980: 17). Di antara proses kejiwaan yang sulit untuk dipahami adalah proses ter¬jadinya dan terjelmanya nilai-nilai hidup dalam diri individu, yang mungkin didahului oleh pengenalan nilai secara intelektual, disusul oleh peng-hayatan nilai tersebut, dan yang kemudian tumbuh di dalam diri sese¬orang sedemikian rupa kuatnya sehingga seluruh jalan pikiran, tingkah lakunya, serta sikapnya terhadap segala sesuatu di luar dirinya, bukan Baja diwarnai tetapi juga dijiwai oleh nilai tersebut.
Karena itu, ada kemungkinan bahwa ada individu yang tabu tentang sesuatu nilai tetap menjadi pengetahuan. Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan moral seperti yang diharapkan, maka kita diharapkan dengan masalah pembinaan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
a. Menciptakan Komunikasi.
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral. Di sekolah pars remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral misalnya dalam keda kelompok,sehingga dia belajar tidak melakukan sesuatu yang akan merugikan orang lain karena hal ini ticlak sesuai dengan nilai atau norma¬norma moral.
b. Menciptakan Mim Lingkungan yang Serasi.
Seseorang yang mempelajari nilai hidup tertentu dan moral, kemu¬dian berhasil memiliki sikap dan tingkah laku sebagai pencerminan nilai hidup itu umumnya adalah seseorang yang hidup dalam ling¬kungan yang secara positif, jujur, clan konsekuen senantiasa men¬dukung bentuk tingkah laku yang merupakan pencerminan nilai hidup tersebut.
Para remaja wring bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar¬dasar hidup orang tua dan orang dewasa lainnya. Ini tidak berarti mengurangi kebutuhan mereka akan suatu sistem mlai yang tetap clan memberi rasa aman kepada remaja. Mereka tetap mengingin¬kan suatu sistem nilai yang akan menjacli pegangan dan petunjuk bagi perilaku mereka. Karena itu, orang tua dan guru Berta orang dewasa lainnya perlu memberi model-model atau contoh perilaku yang merupakan perwujudan nilai-nilai yang diperjuangkan.
Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena mereka seclang dalam keadaan membutuhkan pedoman atau petunjuk dalam rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman ini juga untuk menumbuhkan identitas dirinya, menuju kepribadian yang matang clan menghindarkan diri dari konflik-konflik peran yang se¬lalu terjadi dalam mana transisi ini.
Nilai-nilai keagamaan perlu mendapat perhatian, karena agama juga mengajarkan tingkah lake yang baik dan buruk, sehingga secara psikologis berpedoman kepada agama termasuk dalam final.
Akhimya perlu juga diperhatikan bahwa satu lingkungan yang lebih banyak bersifat mengajak, mengunclang, atau memberi kesempatan, akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan larang¬an-larangan dan peraturan-peraturan yang serba membatasi.

Soal !
1. Jelaskan dengan disertai contoh apa yang dimaksud dengan emosi!
2. Jelaskan ciri-ciri perkembangan emosi remaja menurut Biehler!
3. Kondisi-kondisi kehidupan atau kultur juga dapat mempengaruhi perkembangan emosi remaja. Jelaskan dengan contoh!
4. Adakah hubungan antara emosi dan tingkah lake? Cobalah ceritakan pengalaman Anda waktu mengalami emosi-emosi tertentu dan bagaimana pula perilaku Anda waktu itu!
5. Perbeclaan individual dalam perkembangan emosi sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu, taraf kemampuan intelektuainya dan sebagian oleh kondisi lingkungan. Cobalah beri contoh perbedaan individu dalam perkembangan emosi yang dimaksud!
6. Jelaskan upaya guru dalam pengembangan emosi remaja!
7. Jelaskan pengertian nilai, moral, dan sikap!
8. Jelaskan keterkaitan antara nilai, moral, dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkahlaku!
9. Dalam kaitannya dengan pengalaman nilai-nilai, perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan moral remaja. Jelaskan karakteristik perkembangan moral remaja menurut Kohlberg!
10. Di dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup, faktor lingkungan memegang peranan penting. Jelaskan dengan memberi contoh!

11. Jelaskan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mengem¬bangkan moral dan sikap serta tingkah laku sebagai perwujudan nilai-nilai yang dimaksud!
12. Cobalah lakukan wawancara terhadap beberapa orang remaja laki¬laki dan wanita tentang nilai-nilai hidup yang dimiliki. Adakah perbedaan-perbedaan tentang nilai-nilai hidup yang dianut!

DAFTAR PUSTAKA

Biehler, R.R. Psycholo~ Applied to Teaching. New York : Houghton Mifflin Company, 1982.
Gunarsa, Singgih. Dasar dan Teori Perkembangan Anak. Jakarta PT BPK Gunung Mulia, 1990.
Gunarsa, D. Singgih dan Singgih Gunarsa. Psikologi Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1991.
Hurlock, B. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Alih Bahasa oleh Istiwidayanti & Sujarwo). Jakarta : Erlangga, 1990.
, Perkembangan Anak (Alih bahasa Martasari Tjandrasa & Muslichah Zarkasih). Jakarta : Erlangga, 1991.
Jersild, A.T. The Psychology of Adolescence. New York : The Macmillan Company, 1957.
Mappiare, Andi. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional, 1982.
Mar'at. Sikap Manusia Perubahan Berta Pengukurannya. Jakarta: Ghalis Indonesia, 1981

2 komentar:

  1. Tolong kk kasih jawaban no 3 dan 12 disoal yang kk berikan terima kasih

    BalasHapus